Thursday, January 23, 2020

HAL-HAL YG PERLU DILURUSKAN TERKAIT HUKUM KAMMA!

HAL-HAL YG PERLU DILURUSKAN TERKAIT HUKUM KAMMA!

Tidak dipungkiri bahwa kehidupan manusia baik bahagia dan derita tidak terlepas dari perbuatan (kamma) yg dilakukan. Perbuatan baik membawa kebahagiaan, perbuatan buruk membawa derita. Namun demikian, ada beberapa hal yg sering disalahpahami berkenaan dg hukum kamma. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Bahagia dan derita seseorang semuanya berasal dari perbuatan lampau. Pandangan ini perlu diluruskan karena perbuatan sekarang juga mempengaruhi derita dan bahagia seseorang. 

2. Bahagia dan derita seseorang semuanya berasal dari kamma. Ini juga perlu diluruskan karena kamma bukanlah satu-satunya penyebab kebahagiaan dan penderitaan manusia.

3. Walaupun sudah banyak berdana namun masih mendapatkan hal-hal buruk, ada kalanya seseorang mengeluh mengapa perbuatannya tidak berbuah. Harus diingat bahwa hidup ini sangat kompleks. Misalnya, walaupun engkau sudah banyak berdana, jika kata-katanya tidak terkendali, orang-orang di sekitarmu bisa saja tidak menyukaimu. Selain dana, ada juga sîla dan bhavana yg perlu dipraktikkan. 

4. Saat mendapatkan perlakuan buruk dari orang lain, ada kalanya seseorang dg latah berharap 'Semoga perbuatan buruknya segera berbuah kepadanya'. Ini adalah bentuk kebencian yg menyamar seakan sebagai kebijaksanaan.

5. Saat ada kejadian buruk menimpa orang lain atau dirinya, seringkali seseorang menerimanya sebagai kamma, tetapi saat mendapatkan untung, lupa dg kamma. Padahal hukum kamma berkenaan dg perbuatan baik dan buruk.

6. Ada anggapan bahwa seseorang harus membayar kamma orangtua atau kamma anaknya, atau kamma orang lain. Kamma itu masing-masing. Seseorang harus bertanggungjawab atas  perbuatannya sendiri, bukan bertanggungjawab atas perbuatan orang lain. 

7.  Banyak umat Buddha, ketika berbicara kamma, hanya berhenti pada motivasi untuk melakukan kebajikan agar terlahir di alam surga. Ini memang sudah lebih baik daripada berbuat jahat. Namun demikian, tujuan Sang Buddha menunjukkan hukum kamma, tidak semata spy seseorang terlahir di alam surga, namun agar seseorang terbebas dari kamma. Terbebas dari kamma adalah terbebas dari tumimbal lahir.

Friday, January 3, 2020

Hukum Kamma

Hukum Kamma

Hukum Kamma adalah hukum universal mengenai sebab 
akibat. 
Hukum ini menerangkan bahwa segala sesuatu yang timbul, baik fisik maupun non-fisik, pasti mempunyai sebab-sebab atau dengan kata lain tiada sesuatu yang timbul tanpa sebab sebelumnya. 
Hukum ini terdoktrin di dalam agama Buddha dan telah ada di India yang kemudian dijelaskan dengan baik dan rinci oleh Sang Buddha.
Apakah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lainnya?
Mengapa ada yang hidup dengan kemewahan sedangkan yang lainnya hidup dengan kesengsaraan?
Mengapa ada seseorang yang cerdas sedangkan yang lainnya bodoh?
Mengapa seseorang lahir dengan suatu karakteristik dan bebeda dengan yang lainnya?
Mengapa ada seseorang yang buta, cacat ataupun tuli sedangkan yang lainnya tidak?
Sebagian ketidak-samaan diatas mempunyai alasan sedangkan hal lainnya  ketidak-sengajaan. 
Tidak ada seorang yang bijaksana yang akan mengatakan ketidak-samaan diatas sebagai suatu hal yang benar-benar murni ketidak-sengajaan. 
Dalam agama Buddha, ketidak-samaan ini tidak hanya terjadi karena faktor lingkungan, alam ataupun keturunan; tetapi juga karena faktor Kamma. 
Dengan kata lain, keaneka-ragaman ini terjadi karena hasil perbuatan kita pada masa lampau atau pada masa kini. 
Kita bertanggung jawab pada kebahagiaan dan kesedihan kita sendiri. 
Kita menciptakan surga ataupun neraka kita sendiri. 
Kita adalah perancang takdir kita sendiri.

Dibingungkan oleh perbedaan ini, seorang pencari kebenaran 
mendekati dan bertanya kepada Sang Buddha sebagai berikut :
“Wahai Gotama, mengapa ada manusia yang ;
~berusia pendek, dan ada yang berusia panjang, 
~berpenyakit dan sehat, 
~buruk dan rupawan, 
~tak berkuasa dan berkuasa, 
~miskin dan kaya, 
~lahir dari keluarga rendah dan lahir dalam keluarga bangsawan, 
~bodoh dan pandai. 
Wahai Gotama, apa alasannya, apa sebabnya maka diantara manusa ada yang terlahir hina dan ada yang terlahir mulia?”
(Culakammavibhanga Sutta, Majjhima Nikaya)

Sang Buddha kemudian menjawab :
“Semua makhluk adalah 
pemilik perbuatannya (kamma) sendiri,
pewaris dari perbuatannya sendiri,
lahir dari perbuatannya sendiri,
berhubungan dengan 
perbuatannya sendiri,
terlindung dari perbuatannya sendiri.
Perbuatan yang menentukan makhluk menjadi hina dan 
mulia.”

Pastinya kita dilahirkan dengan ciri-ciri sesuai dengan orang tua kita dikarenakan faktor 
keturunan. 
Pada saat yang sama, kita memiliki kemampuan bawaan yang oleh ilmu pengetahuan belum dapat dijelaskan. 
Sang Buddha, sebagai contohnya, reproduksi sel berasal dari orang tua-Nya, tetapi secara fisik, moral dan intelektual tidak dapat 
ditemukan pada garis keturunan Beliau. 
Beliau adalah seorang manusia yang luar biasa. 
Suatu ciptaan luar biasa dari Kamma-Nya sendiri. Jelas terlihat bahwa terdapat kasus unik di dalam hukum Kamma yang tidak hanya memengaruhi 
fisik seseorang, tetapi juga menghapuskan kemampuan yang diturunkan dari orang tua. 
Demikianlah berdasarkan sudut 
pandang Sang Buddha, yang mengatakan bahwa moral dan watak seseorang sebagian besar berkaitan dengan perbuatan kita sendiri, entah perbuatan masa sekarang ataupun masa lampau. 
Walaupun di dalam agama Buddha ditunjukkan kevariasi-an dari Kamma, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa 
segalanya berkaitan dengan Kamma kita dikarenakan Kamma merupakan salah satu hukum alam yang mengatur segala fenomena di dunia ini. 

Terdapat empat hukum alam (niyama) selain Hukum Kamma yang mengatur semua 
fenomena di dunia ini. 
Hukum-hukum ini adalah hukum universal yang berlaku di 31 alam kehidupan. 
Keempat hukum tersebut adalah :
1. Utu Niyama
Hukum universal yang mengatur mengenai energi yang mengatur seperti musim-musim 
di tiap daerah, karakteristik di 
tiap-tiap daerah, perubahan musim, penyebab angin, sifat benda seperti gas, cair dan padat, terbentuk dan hancurnya tata-surya dan lain-lain.
2. Bija Niyama
Hukum universal yang 
berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan (botani) seperti per-kembangbiakan tumbuhan, karakteristik tumbuhan, rasa gula dan tebu, beras berasal dari benih padi dan lain-lain.
3. Citta Niyama
Hukum universal mengenai pikiran dan batin seperti: 
proses kesadaran, 
kekuatan pikiran (abhinna), 
kesucian batin, 
timbul dan tenggelamnya kesadaran dan lain-lain.
4. Dhamma Niyama
Hukum universal tentang segala sesuatu yang tidak diatur oleh keempat lainnya seperti 
kejadian yang terjadi pada saat Pangeran Siddharta lahir yaitu tentang pohon-pohon bermekaran bukan pada musimnya, dan juga gempa bumi yang terjadi ketika Sang Buddha menentukan kapan Beliau akan 
parinibanna.

Demikianlah, Kamma Niyama, Utu Niyama, Bija Niyama, Citta Niyama dan Dhamma Niyama sebagai kelima hukum alam yang mengatur alam semesta ini. 
Oleh karena itu, segala 
sesuatu tidak selalu terjadi dikarenakan oleh Hukum Kamma semata tetapi juga diatur oleh keempat hukum lainnya.
Apabila seluruh kehidupan ini dikondisikan oleh tindakan kita pada kehidupan lampau dan 
kehidupan mendatang dikondisikan oleh tindakan kita pada kehidupan ini, maka tidak akan ada yang dapat diubah karena semua telah digariskan. 
Jika hal ini benar adanya maka keinginan untuk mencapai 
pembebasan adalah suatu hal yang mustahil. 
Hidup akan berjalan layaknya suatu mesin. 

Menurut sudut pandang agama Buddha, Hukum Kamma tidaklah memutuskan 100% apa 
yang akan terjadi pada kita. 
Perbuatan yang dilakukan pada 
kehidupan lampau turut menentukan kehidupan 
sekarang, dan perbuatan pada kehidupan sekarang juga turut 
menentukan kehidupan 
mendatang, sehingga masih ada kesempatan untuk melatih diri 
dan berubah untuk mencapai pembebasan. 
Hukum Kamma 
dianggap sebagai sebuah kecenderungan, bukan suatu konsekuensi yang harus ditanggung yang tidak dapat diubah dan dielakkan.

Saturday, October 26, 2019

Berkah Metta

Berkah Metta

Bhikkhu-bhikkhu, jika kasih universal yang membimbing pada kebebasan batin ini telah dilatih dengan rajin, telah dikembangkan, dan dihampiri dengan ulet, digunakan sebagai jalan hidup, sebagai landasan hidup, telah teguh, telah menyatu, dansempurna, maka sebelas berkah boleh diharapkan.
Apakah yang sebelas itu?
~Ia akan tidur dengan bahagia;
~ia akan bangun dengan bahagia;
~ia tidak akan mengalami mimpi buruk;
~ia akan disayangi manusia;
~ia akan disayangi makhluk bukan manusia;
~dewa-dewa melindunginya;
~api, racun, atau senjata tidak dapat melukainya;
~pikirannya cepat terkonsentrasi;
~wajahnya bercahaya;
~ia kelak akan meninggal dengan mudah; dan
~kalaupun ia tidak dapat mencapai alam yang lebih tinggi, setidaknya ia akan hidup di alam Brahma.

Bhikkhu-bhikkhu, jika kasih universal yang membimbing pada kebebasan batin ini telah dilatih dengan rajin, telah dikembangkan, dan dihampiri dengan ulet, digunakan sebagai jalan-hidup, sebagai landasan hidup, telah teguh, telah menyatu, dan sempurna, maka sebelas berkah itu boleh diharapkan.
(Anguttara Nikaya, 11:16).

#Metta_cetovimutti atau kasih_universal yang membawa kebebasan batin, ditandai oleh pencapaian samadhi, atau jhana dalam meditasi.
Karena metta membebaskan batin dari belenggu keakuan, kebencian dan kemarahan, iri hati, dan pandangan salah, setiap kali kita melatih metta, betapapun sebentar waktunya, kita akan menikmati secuil fenomena kebebasan itu. Kebebasan yang sesungguhnya dapat dicapai jika metta telah sepenuhnya dikembangkan melalui samadhi.
Kebebasan sejati itu disebut Brahma-vihara, atau kediaman yang luhur. Batin yang telah menyerap metta secara utuh-penuh itu sama sekali bersih dari kotoran dan noda-noda, sedemikian hingga seperti batin Brahma. Karenanya pula Brahma-vihara sering disebut Brahma-samo, atau keadaan batin yang mendekati Brahma. Disebut vihara atau kediaman, karena saat itu batin telah menemukan wajahnya yang asli, seakan-akan ia pulang ke rumah dari pengembaraan yang lama.
Dalam kesejatiannya, batin yang diliputi metta akan mengalir begitu saja dan mengubah setiap perbuatan, ucapan, dan pikiran menjadi tindakan kasih. Jadi jelaslah bahwa istilah-istilah “telah dilatih” dan “telah dikembangkan” bukan hanya menunjuk pada kekuatan kasih yang dicapai dalam sekian jam meditasi.

“Dilatih” (#asevita) berarti mempraktekkan metta dengan rajin dan penuh semangat, tidak hanya terbatas pada intelek, melainkan dengan menceburkan diri utuh-penuh ke dalamnya, menjadikannya filosofi hidup, yang melatari semua sikap, cara-pandang, dan tindakan kita.

“Dikembangkan” (#bhavita) menunjuk pada proses pembinaan dan integrasi mental sebagai hasil latihan meditasi dengan objek metta. Dengan meditasi semua indria batiniah kita terpusat; batin secara keseluruhan dikembangkan hingga mencapai kebebasan, yang diikuti transformasi karakter.

“Dihampiri dengan ulet” (#bahulikata) berarti melatih metta secara terus-menerus selama tidak sedang tidur, dengan mempertahankan kesadaran-metta secara menyeluruh dalam setiap tindakan,kata-kata, dan pikiran.
Lima kekuatan spiritual berupa keyakinan, semangat, kesadaran-penuh,konsentrasi, dan kebijaksanaan, akan dipupuk oleh latihan metta yang ulet.

“Digunakan sebagai jalan hidup” (#yanikata) menyiratkan suatu komitmen total pada ideal metta sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan problema hubungan antar-manusia, dan sebagai suatu alat pertumbuhan batin.
Bila metta menjadi satu-satunya “sarana komunikasi”, satu-satunya jalan hidup, maka hidup ini secara otomatis akan menjadi suatu “surga” atau “kediaman yang luhur”(Brahma-vihara) seperti disebut dalam Sutta.

“Menjadi landasan hidup” (#vatthikata) berarti menjadikan metta sebagai basis keberadaan seseorang di dunia. Ia menjadi pemandu, benteng, tempat berlindung dalam hidup seseorang, untuk menembus Dhamma dan Kesunyataan.

“Telah teguh” atau #anutthita menunjuk pada kehidupan yang telah teguh berakar pada metta, yang berlandaskan metta dalam setiap seginya.
Pada tahap ini, tanpa diusahakan pun metta akan mewarnai setiap perbuatannya.

“Telah menyatu” atau #paricita berarti seseorang telah begitu terbiasa dengan metta sehingga ia seakan-akan tinggal di dalamnya, baik dalam meditasi maupun dalam kehidupan sehari-hari.

“Telah sempurna” atau #susamaraddha menunjukkan kesempurnaan yang timbul dari keterlibatan total di dalam metta, yang membawa pada suatu kondisi batin di mana seseorang dapat menikmati kemanusiaannya secara utuh.
Pada tahap ini, seseorang akan memperoleh sebelas berkah sbb.:
1) Ia akan tidur dengan mudah, tenang, dan batin bahagia;
2) Ia akan bangun dengan segar, dan wajah berseri;
3) Ia tidak akan mengalami mimpi buruk;
4) Ia akan disayangi orang banyak, karena iapun mengasihi mereka;
5) Ia akan disayangi makhluk bukan-manusia;
6) Dewa-dewa akan melindunginya;
7) Api, racun, atau senjata tidak dapat
melukainya;
8) Pikirannya cepat terkonsentrasi;
9) Wajahnya bercahaya;
10) Ia kelak akan meninggal dengan mudah; dan
11) Kalaupun ia tidak dapat mencapai alam yang lebih tinggi, setidaknya ia akan hidup di alam Brahma.

Sungguh besar dan luas berkah metta.
Bila dilatih, ia akan bermanfaat dalam segala segi kehidupan.

Disunting dari buku : Metta, halaman 49-54.
(Asadhananda)

Wednesday, October 23, 2019

Apa Itu Avijjā?

Apa Itu Avijjā?

Oleh:
U Sikkhānanda (Andi Kusnadi)

Avijjā adalah kebodohan mental tentang 4 Kesunyataan Mulia:

Tentang Penderitaan, Penyebabnya, Akhir dari Penderitaan, dan Jalan menuju Berakhirnya Penderitaan.

Orang yang tidak mengerti Kebenaran tentang
Penderitaan mempunyai pandangan yang optimis akan hidup ini, walaupun hal
itu penuh dengan penderitaan baik mental maupun jasmani.

Adalah suatu kesalahan untuk mencari Kebenaran tentang Penderitaan di dalam buku, karena sebenarnya hal itu ada di tiap mental dan jasmani.

Melihat, mendengar, dan
semua fenomena mental dan jasmani yang muncul dari 6 pintu indera adalah
penderitaan (ketidakpuasan) karena mereka tidaklah kekal (anicca), tidak dapat
diandalkan (aniyata), dan tidak menuruti harapan kita (anattā).

Hidup ini dapat berakhir setiap saat dan juga penuh dengan penderitaan baik mental maupun jasmani.

Namun demikian, penderitaan ini (dukkha) tidak dapat dimengerti oleh orang yang menganggap bahwa hidup ini sebagai
kebahagiaan dan memuaskan.

Usaha mereka untuk mempertahankan apa yang mereka anggap sebagai objek indera yang menyenangkan, seperti:
pemandangan yang indah, suara-suara yang merdu, makanan yang lezat, dst.,
dikarenakan khayalan mereka tentang hidup.

Kebodohan mental ini bagaikan kacamata hijau (membuat rumput terlihat segar) yang mengakibatkan kuda memakan rumput kering.

Orang buta dapat dengan mudah ditipu oleh penipu yang penuh percaya diri, yang menawarkan pakaian tak berharga sebagai pakaian yang mahal. Orang buta itu akan percaya padanya dan akan menyukai pakaian tersebut.

Namun demikian,
bila dia dapat sembuh dari kebutaannya, dia akan kecewa dan langsung
membuang pakaian tersebut.

Dengan cara yang sama, orang yang diliputi oleh avijjā menikmati hidup selama tidak menyadari ketidakkekalan (anicca),
penderitaan (dukkha), dan tanpa diri (anattā).

Tetapi, dia akan kecewa ketika pandangan terang (vipassanā ñāna) membuka sifat alami dari kehidupan yang menjijikkan.

Dikutip dari:
A discourse on Dependent Origination (Paticcasamuppāda)
Agga Mahāpandita Venerable Mahāsi Sayādaw
http://aimwell.org/Books/Mahasi/Dependent/dependent.html

Semoga semua makhluk setelah membaca atau mendengar hal ini dapat
terinspirasi untuk berlatih meditasi vipassanā, sehingga dapat terbebas dari samsara secepatnya.

Metta untuk semua...🙏

Tuesday, July 9, 2019

Meditasi untuk pemula

Meditasi untuk Pemula
Perhatian terhadap Nafas
-
Pernahkah?
Anda mengalami sensasi kenikmatan meditasi yang wah, yang oomph, yang wow, state-samadhi, dikala awal dahulu anda mengenal meditasi?

Namun,
Seiring dengan semakin bertambahnya teori anda, seiring dengan bertambahnya pengetahuan anda, anda semakin tidak mampu menyentuh kembali state-samadhi.

Melalui sutta-nikaya yang berfocus pada:
Majjhima Nikāya 118. Ānāpānasati Sutta
https://dhct.org/mn118

Kita akan mencoba menemukan kembali state-samadhi tersebut. Jikalau anda ingin mencoba, mohon tinggalkan dahulu pengetahuan yang pernah anda pelajari.

-

▶️Posisi tubuh:
☸17. “Di sini seorang bhikkhu, [...], duduk bersila, menegakkan tubuhnya, dan menegakkan perhatian di depannya”

▪Ambil posisi duduk, bersila.
Namun usahakan tidak ada kaki saling menindih, kaki tidak bertumpu pada kaki yang lain, lipat dalam posisi relaxed. Dengan punggung tegak dan tidak bersandar, dengan posisi kepala seolah2 memandang 2meter kedepan.

▶️Persiapan pikiran:
▪Menenangkan batin dengan mengawali sesi anda dengan metta selama 5 menit.
Bagaimana caranya?
Bayangkan anda sedang bermain dengan:
  ▪mengelus anak anjing
  ▪mengelus kucing
  ▪ataupun sedang bermain
       dengan balita yang cute

Setelah lebih kurang batin anda relax, setelah lebih kurang kekacauan pikiran berkurang.

Pancarkan kebahagiaan tersebut, dengan membatin:
  "Semoga semua mahluk
   yang memiliki ikatan kamma dengan ku,
   bisa turut berbahagia dari pelatihanku"

▶️Perhatian terhadap nafas:
☸19. “Ia berlatih sebagai berikut:
  Aku akan menarik/hembuskan nafas
    dengan mengalami sukacita,
    dengan mengalami kenikmatan,

▪Tiap tarikan nafas,
apakah itu panjang, pendek, usahakan [perhatian anda] bisa bersama dengan nafas, [sejalan] dengan nafas, [bersama-sama] dengan nafas.

▪Tiap tarikan nafas,
Seiring dengan nafas, [nikmati] segala sensasi yang berkorelasi dengan nafas, apakah dalam bentuk [kesegaran-udara], ataupun [kehangatan-tubuh], ataupun dalam bentuk [kegiuran] dimana bulu halus tubuh anda menjadi berdiri menikmati nafas.

▪Tiap tarikan nafas,
Sepanjang [arus pergerakan] nafas didalam tubuh, anda menyadari, anda memperhatikan bagaimana udara melalui [lubang hidung], [rongga hidung] anda, [kerongkongan] anda, [dada] anda, sadari... perhatikan... tiap bagian tubuh anda yang dilalui oleh nafas, baik ketika nafas-masuk, ataupun nafas-keluar

▪Enjoy semua momentnya,
Hadapi fenomena dengan senyuman bahagia,
Saddha (yakin) terhadap
    pelatihan anda sendiri,
Tinggalkan keragu-raguan
    yang hanya akan menjadi beban-pikiran.

Demikianlah,
Semoga anda menemukan kembali
   state-samadhi yang terlupakan.
Semoga anda mampu...
   masuk dan berdiam dalam paṭhama jhāna

[...bersambung:paccavekkhaṇa...]

Kesalahan yang sering terjadi:
⚠️Hanya menunggu nafas dipintu hidung,
     dan tidak sepanjang, seiring dengan nafas
     Hanya memperhatikan kembang-kempis perut
🗣Solusi:semampu anda ikuti-nafas, perhatian seiring dengan nafas

⚠️Terlalu banyak pikiran dan persepsi,
     Apakah ini benar?
     Apakah ini salah?
     Mengapa tidak sesuai buku yg kubaca?
🗣Solusi: Percaya diri dengan latihan anda

⚠️Kaget dengan kegiuran,
     dan menjadikan perhatian diluar diri.
     Apakah ada kehadiran makhluk lain?
     Mengapa tubuh serasa dingin?
     Mengapa tubuh serasa hangat?
     Mengapa merinding?
🗣Solusi: hadapi semua fenomena dengan
     Kebahagiaan, dengan senyum
     Arahkan perhatian kedalam-diri, ke nafas,
     Bukan keluar-diri, bukan kesekeliling anda

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=182842595800035&id=100022228880820

Sunday, April 21, 2019

TA PEI COU

MAHA KARUNA DHARANI
TA PEI COU
( Mantra Agung Nan Luas, Sempurna, Tak Terbatas,
Dharani Kasih Sayang dari Hati Suci Yang Maha Agung )

Na  Mo  Ta  Pei  Kwan  She  Yin  Phu  Sa
(  Terpujilah  Yang  Maha  Asih  Avalokitesvara  Bodhisatva  )

Na  Mo  Ta  Pei  Kwan  She  Yin  Phu  Sa
(  Terpujilah  Yang  Maha  Welas  Asih  Avalokitesvara  Bodhisatva  )

Na  Mo  Ta  Pei  Kwan  She  Yin  Phu  Sa
(  Terpujilah  Yang  Maha  Welas  Asih  Avalokitesvara  Bodhisatva  )

Namo  Ratna-Trayaya
Na  Mo  He  La  Ta  Na  To  La  Ya  Ye
( Dengan  Penuh  Sujud  Aku  Berlindung  Kepada  Tri  Ratna )

Namo  Aryavalokitesvaraya
Na  Mo  Oh  Li  Ye  Po  Lu  Cie  Ti  Suo  Po  La  Ye
( Dengan  Penuh  Sujud  Aku  Berlindung  Kepada  Yang  Maha  Sempurna )

Bodhisattvaya  Mahasattvaya  Mahakarunikaya
Phu  Thi   Sa To  Po  Ye    Mo  Ho  Sa  To  Po  Ye  Mo  Ho  Cia  Lu  Ni  Cia  Ye
( Mahkluk  Yang  Telah  Mencapai  Pencerahan  Bodhi,  Mahkluk  Agung  Maha  Welas  Asih )

Om Sarva Abhaya Sunadasyah
An  Sa  Pu  La  Fa  Yi  Su  Ta  Na  Ta  Sie
( Aum  Beliau  Yang  Mempunyai  Kekuatan  Kesempurnaan  Dharma )

Namo  Sukrimama  Aryavalokitesvara-Garbha
Na  Mo  Si  Ci  Li  To  Yi  Meng  Oh  Li  Ye  Po  Lu  Ci  Ti  Se  Fu  La  Ling  To  Po
( Dengan  Sepenuh  Hati  Dan  Sujud  Aku  Berlindung  Kepada -Mu Sumber  Segala  Kesucian )

Namo  Nilakantha  Siri Maha  Bhadrasrame
Na  Mo  Na  La  Cin  Ci  Si  Li  Mo  Ho  Puan  To  Sa  Mi
(  Setulus  Hati  Aku  Bersujud  Pada-Mu   Cahaya  Kebajikan  Agung  Yang  Tiada  Batas  )

Sarvathasubhamajeyam  Sarvasattvanamawarga  Mahadhatu
Sa  Po  Oh  Tha  Tou  Su  Peng  Oh  Se  Yin
( Para  Buddha  Sayup  –  Sayup  Merasakannya )
Sa  Po  Sa  To  Na Mo  Po  Sa  To
( Yang  Memiliki  Semua  Kemuliaan  Kebahagiaan  Kemakmuran  Tak  Terkalahkan )
Na  Mo  Po  Cia  Mo  Fa  The  Tou
( Sumber  Berkah  Semua  Makhluk  Di  Seluruh  Penjuru  Alam )

Tadyata  Om  Avaloke-lokite-kalate
Ta  Ce  Tha  An  Oh  Po  Lu  Si  Lu  Cia  Ti  Cia  Lo  Ti
( Aum  Beliau  Yang  Mendengarkan  Suara  Dunia  Mengatasi  Segala  Rintangan  Karma )

Hari  Maha  Bodhisattva  Sarva  Sarva  Mala  Mala
Yi  Si  Li  Mo  Ho  Phu  Thi  Sa  To
( Aku  Akan  Menjalankan  Ajaran-Mu  Sampai  Tercapai-nya  Pencerahan )
Sa  Po  Sa  Po  Mo  La  Mo  La
( Memberi  Yang  Baik  Untuk  Semua-nya  Di  Dalam  Berkah  Dan  Kebijaksanaan-Mu )

Masi  Mahahirdayam  Kuru  Kuru  Karmam
Mo  Si  Mo  Si  Li  To  Yin  Ci  Lu  Ci  Lu  Ci  Mung
( Inti  Ketenangan  Tak  Terhingga Laksana  Dharma  Melepaskan  Kerterbatasan
Mengembangkan  Kemajuan  Pribadi  Dan  Menolong  Semua  Makhluk )

Kuru  Kuru  Vijayati  Maha  Vijayati
Tu  Lu  Tu  Lu  Fa  Se  Ye  Ti  Mo  Ho  Fa  Se  Ye  Ti
( Berlatih-lah  Atasi  Kelahiran  Dan  Kematian  Raih  Kemenangan  Agung  Gemilang )

Dhara  Dhara  Dharin  Suraya
To  La  To  La  Ti  Li  Ni  Se  Fu  La  Ye
( Bersatu-lah  Tenang  Jernih  Tajam  Berani  Pancarkan  Cahaya  Terang  Benderang )

Chala  Chala  Mama  Brahmaramukti
Ce  La  Ce  La  Mo  Mo  Fa  Mo  La  Mu  Ti  Li
( Guncang  Guncang-lah  Bebaskan  Aku  Dari  Noda  Batin )

Ehi  Ehi  Chinda  Chinda Harsam  Prachali
Yi  Si  Yi  Si  Se  Na  Se  Na
( Datang  Datang-lah  Dengar  Dengar-lah )
Oh  La  Sen  Fu  La  Se  Li
( Raja  Dharma  Memutar  Ajaran )

Basa  Basam  Presaya  Hulu  Hulu  Mala
Fa  Sa  Fa  Sen  Fo  La  Se  Ye  Hu  Lu  Hu  Lu  Mo  La
( Kabar  Gembira  Senyum  Suka  Cita  Terima-lah  Dharma  Menyatu  Dalam  Hati )

Hulu  Hulu Hilo  Sara  Sara  Siri  Siri  Suru  Suru
Hu  Lu  Hu  Lu  Si  Li  Sa  La  Sa  La
( Laksanakan  Dharma  Tampa  Timbul  Keraguan  Teguh  Tak  Tergoyahkan )
Si  Li  Si  Li  Su  Lu  Su  Lu
( Raih  Kemenangan  Tak  Terkalahkan  Bagaikan  Embun  Sejuk  Yang  Menyembuhkan )

Bodhiya  Bodhiya  Bodhaya  Bodhaya
Phu  Thi  Ye  Phu  Thi  Ye  Phu  Tho  Ye  Phu  To  Ye
( Terang  Terang-lah  Batin  Sadar  Sadar-lah  Tercerahkan )

Maitreya  Nilakantha  Darshinina
Mi  Ti  Li  Ye  Na  La  Cin  Ci  Ti  Li  Se  Ni  Na
( Beliau  Yang  Maha  Asih  Yang  Patut  Di  Puja  Laksana  Pedang  Kebenaran  Yang  Kuat  Dan  Tajam )

Payamana  Svaha  Sidhaya  Svaha  Maha  Sidhaya  Svaha
Po  Ye  Mo  Na  Sa  Po  Ho
( Kepada  Yang  Sempurna  Svaha )
Si  To  Ye  Sa  Po  Ho
( Kepada  Yang  Mulia  Svaha )
Mo  Ho  Si  To  Ye  Sa  Po  Ho
( Kepada  Yang  Maha  Gaib  Svaha )

Sidhayogesvaraya  Svaha  Nilakantha  Svaha
Si  To  Yu  Yi  Se  Pu  La  Ye  Sa  Po  Ho
( Beliau  Yang  Memiliki  Gaib  Sempurna  Svaha )
Na  La  Cin  Ci  Sa  Po  Ho
( Pelindung  Yang  Maha  Asih  Svaha )

Varahanayaya  Svaha  Simhashira  Mukaya  Svaha
Mo  La  Na  La  Sa  Po  Ho
( Beliau  Yang  Mampu  Mengatasi  Semua  Kesulitan  Svaha )
Si  La  Sen  Oh  Mu  Ciu  Ye  Sa  Po  Ho
( Yang  Berwajah  Singa  Svaha )

Sarva  Maha  Sidhaya  Svaha  Cakra  Sidhaya  Svaha
Sa  Po  Mo  Ho  Oh  Si  To  Ye  Sa  Po  Ho
( Beliau  Yang  Memiliki  Kegaiban  Agung  Svaha )
Ce  Ci  La  Oh  Si  To  Ye  Sa  Po  Ho
( Beliau  Yang  Memiliki  Kegaiban  Cakra  Svaha )

Padmahastaya  Svaha  Nilakanthavikaraya  Svaha
Po  To  Mo  Cie  Si  To  Ye  Sa  Po  Ho
( Yang  Memegang  Bunga  Teratai  Svaha )
Na  La  Cin  Ci  Pu  Cia  La  Ye  Sa  Po  Ho
( Pelindung  Yang  Welas  Dan  Patut  Dipuja  Svaha )

Mahasishankaraya  Svaha
Mo  Po  Lin  Sen  Cie  La  Ye  Sa  Po  Ho
( Resi  Agung  Yang  Menjalani  Hidup  Suci  Svaha )

Namo  Ratna Trayaya
Na  Mo  He  La  Ta  Na  To  La  Ye  Ye
( Dengan  Penuh  Sujud  Aku  Berlindung  Kepada  Tri  Ratna )

Namo  Aryavalokitesvaraya  Svaha
Na  Mo  Oh  Li  Ye  Po  Lu  Cie  Ti
( Dengan  Penuh  Sujud  Aku  Berlindung )
Suo  Po  La  Ye  Sa  Po  Ho
( Kepada  Yang  Maha  Sempurna  Svaha )

Om  Siddhyantu  Mantrapadaya  Svaha
An  Si  Tien  Tu  Man  To  La  Pa  To  Ye  Sa  Po  Ho
( Aum  Semoga  jalan  mantra  ini  membuahkan  kegaiban  kesuksesan, Svaha )

Saturday, April 20, 2019

Siapakah Avalokiteśvara?

🌷Siapakah Avalokiteśvara?
Oleh Tirthakirti Jayawardhana dan Praviravara Jayawardhana

Avalokiteśvara merupakan perwujudan welas asih semua Buddha. Welas asih merupakan pendukung terhadap penghimpunan kebajikan yang luas, yang merupakan salah satu faktor pencapaian Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna.

Mengapa Avalokiteśvara Penting dan Apa Hubungannya dengan Indonesia?

Welas asih – intisari Avalokiteśvara – merupakan ajaran yang banyak dipraktikkan di Indonesia ketika jaman kerajaan Sriwijaya. Pada jaman tersebut, hidup seorang guru agung bernama Serlingpa Dharmakirti yang menjadi pemegang silsilah ajaran mengenai welas asih (Bodhicitta). Kualitas agung sang Guru dan ajaran ini bahkan membuat Guru Atisa, seorang pandit agung dari India, jauh-jauh menempuh perjalanan laut selama 13 bulan dari India menuju Swarnadwipa (yang diyakini sebagai wilayah Sumatera Selatan pada jaman sekarang) dan belajar selama 12 tahun di sini.

“Bisa jadi keramahtamahan orang-orang Indonesia adalah berkat ajaran welas asih yang dulu tersebar luas dan banyak dipraktikkan di Indonesia sehingga mereka mengembangkan hati yang baik dan menurunkannya ke generasi-generasi berikutnya.” - Dagpo Rinpoche, 2014 -

Bagaimana Beliau Dikenal Secara Umum?

Avalokiteśvara banyak dikenal di Buddhisme Mahayana. Avalokiteśvara adalah Bahasa Sanskrit yang memiliki arti “Sang Penguasa yang Mengamati (Dunia) di Bawah-Nya dengan Welah Asih”. Selain itu, beliau juga sering disebut sebagai Padmapani (“Sang Pemegang Teratai”), ataupun Lokeśvara (“Sang Penguasa Dunia”). Dalam Bahasa Tibet, Avalokiteśvara dikenal dengan nama Chenrezig yang dapat diartikan sebagai “Beliau yang Tak Pernah Berhenti Mengamati Para Makhluk dengan Mata Welas Asih”.

Beliau digambarkan secara bervariasi di berbagai kebudayaan baik sebagai perempuan maupun laki-laki. Dalam tradisi Tionghoa, Avalokiteśvara dikenal juga dengan nama Guānzìzái atau Guānyīn, biasanya perempuan. Seringkali beliau digambarkan memegang vas penuh berisi amirta yang menyembuhkan penderitaan dan mengabulkan harapan semua makhluk.

Deskripsi Avalokiteśvara Tangan Seribu

Dikisahkan bahwa karena tergerak oleh welas asih agung yang tak tahan melihat penderitaan semua makhluk, Avalokiteśvara yang berwajah satu dan berlengan dua, merasa sedih dan meneteskan air mata. Karena kesedihan yang luar biasa dan berkat doa dan aspirasinya, secara seketika terwujud sebelas wajah, seribu tangan dan seribu mata untuk menjangkau dan memberikan perhatian kepada semua makhluk yang tak terhingga jumlahnya. Tetesan air dari kedua matanya kemudian mewujudkan Tara Hijau dan Tara Putih.

Tubuh Avalokiteśvara terbuat dari cahaya. Ia berdiri di atas dudukan teratai dan lapik bulan ― keduanya pada posisi mendatar. Teratai melambangkan penolakan samsara ― tekad untuk terbebas dari samsara ― dan lapik bulan melambangkan bodhicitta.

Avalokiteśvara memiliki paras usia enam belas tahun. Ia sangat indah, sehingga batin anda secara alami tertarik padanya. Ia memakai ornamen-ornamen permata, yang melambangkan enam sikap paramita.

Ia memiliki sebelas wajah; yang tersusun dalam tiga baris dengan tiga wajah. Pada tingkatan pertama, wajah di tengah berwarna putih; di sebelah kanannya (kiri anda) berwarna hijau, dan di sebelah kiri (kanan anda) berwarna merah. Di atasnya, wajah tengah berwarna hijau, yang kanan berwarna merah, dan yang kiri berwarna putih. Di atasnya lagi, wajah tengah berwarna merah, yang kanan putih, dan yang kiri hijau. Di atasnya adalah Vajrapani, titisan murka atas dasar welas asih, berwajah biru gelap dengan wajah murka dan rambut kuning berdiri ke atas. Paling atas adalah kepala merah Amitabha, damai dan tersenyum. Amitabha muncul dalam wujud seorang biksu jadi ia tidak memakai ornamen-ornamen.

Dua tangan pertama Avalokiteśvara terletak di jantung hatinya, seperti posisi tangan kita saat namaskara ― telapak tangan disatukan dengan ibu jari terselip di dalam. Ruang kosong di sekitar ibu jari mewakili sifat sunya batin, sifat alami Buddha. Ia memegang permata pengabul harapan, permata yang mengabulkan keinginan semua makhluk untuk memiliki kebahagiaan dan sebab-sebabnya serta terbebas dari semua penderitaan dan sebab-sebabnya. Di sebelah kanannya, tangan yang kedua memegang sebuah mala terbuat dari kristal.

Ketika teks berbicara tentang "tangan ketiga," bukan berarti tangan selanjutnya yang di bawah. Tangan ketiga ini adalah yang terendah pada baris pertama. Tangan tersebut dalam mudra menganugerahkan realisasi, sehingga telapak tangan terbuka ke luar dan dari tangan ini turun hujan amirta.

Tangan keempat, yang merupakan tangan di tengah, memegang roda Dharma, yang melambangkan memberikan ajaran-ajaran.

Di sisi kiri Avalokiteśvara, tangan kedua memegang teratai emas, yang melambangkan Bodhicitta. Layaknya teratai berakar dalam lumpur namun tetap tidak ternoda oleh lumpur, demikian juga seorang Bodhisatwa menetap di samsara tetapi tidak tercemar oleh segala hal dalam samsara. Tangan ketiga, yang merupakan yang paling bawah, memegang vas berisi amirta kebijaksanaan welas asih beliau. Yang keempat memegang busur dan anak panah, yang melambangkan penaklukkan terhadap empat kekuatan buruk ― yaitu, keempat mara berupa 1) kematian, 2) lima skandha, 3) kilesa, yaitu sikap dan emosi negatif yang mengganggu, dan 4) kekuatan-kekuatan pengganggu.

Sembilan ratus sembilan puluh dua tangan lainnya keluar dari kedua bahu beliau ― sebelah kiri dan kanan.

Avalokiteśvara mengenakan kulit antelop (sejenis rusa) di bahu kirinya. Ini untuk mengingatkan kepada sebuah cerita tentang seekor antelop yang memberikan hidupnya untuk mencegah dua pemburu saling menyakiti. Kedua pemburu ini licik. Mengetahui antelop ini berwelas-asih, mereka berpura-pura untuk berkelahi sehingga antelop akan mencoba menghentikan mereka. Ketika antelop melakukan hal itu, kedua pemburu tersebut menjebaknya. Pesan di balik cerita ini adalah bahwa hewan tersebut begitu berwelas-asih bahkan sampai mempertaruhkan hidupnya untuk mencegah orang lain bertengkar.

Bagaimana Hubungan antara Avalokiteśvara dengan Diri Kita?

Kita dapat terhubung dengan Avalokiteśvara dengan berbagai cara:
1. Kita bisa memikirkan Avalokiteśvara sebagai individu yang melakukan apa yang kita cita-citakan yaitu berhasil beranjak dari kondisi biasa menjadi Yang Tercerahkan; atau
2. Kita dapat melihat Avalokiteśvara sebagai perwujudan dari semua kualitas tercerahkan. Dalam hal ini, akan sangat membantu untuk mempelajari kualitas Buddha sebagaimana terdapat dalam teks-teks Dharma. Semakin akrab kita dengan kualitas Buddha, semakin mudah untuk mendapatkan perasaan terhadap Avalokiteśvara ketika kita memvisualisasikan beliau, karena kita membayangkan kualitas-kualitas tersebut bermanifestasi dalam wujud fisik Avalokiteśvara; atau
3. Kita dapat melihat Avalokiteśvara sebagai perwujudan dari makhluk tercerahkan yang kita tuju. Artinya, Avalokiteśvara adalah Buddha yang akan kita wujudkan di masa mendatang. Beliau adalah Buddha masa depan diri kita yang sekarang muncul di hadapan kita.

Lebih jauh lagi, kita juga bisa menganggap Avalokiteśvara sebagai sahabat kita. Renungkan hal ini: bisakah kita memiliki sahabat yang lebih baik daripada Sang Maha Welas Asih? Apakah ada orang yang bisa peduli kepada kita atau membantu kita lebih dari dirinya sendiri?

Kita tidak bisa dekat dengan Avalokiteśvara atau mengubah batin kita menjadi batin Avalokiteśvara jika kita marah, cemburu, selalu ingin lebih unggul, atau penuh kebencian kepada orang lain. Oleh karena itu, untuk membuat pikiran kita menjadi ladang yang baik bagi benih-benih welas asih untuk tumbuh, para Guru menyarankan kita mengikuti empat pedoman untuk praktisi metode Yoga Avalokiteśvara. Meskipun  terdengar sederhana, keempat pedoman ini sulit dan bahkan dapat dianggap sebagai praktik "pertapaan", yaitu:
1. Hindari menghina orang lain ketika mereka menghina kita.
2. Hindari menjadi marah ketika orang lain marah kepada kita.
3. Hindari memukul orang lain ketika mereka memukul kita.
4. Hindari mencari-cari kesalahan orang lain ketika mereka mencari-cari kesalahan kita.

********

Detil tentang praktik penyempurnaan welas asih Avalokiteśvara, dapat Anda pelajari lebih mendalam melalui buku “Praktik Penyempurnaan Welas Asih—Penjelasan Sadhana Mahakarunika Avalokitesvara Sebelas Wajah Seribu Tangan” yang ditulis oleh Thubten Chodron.

Untuk memperoleh buku tersebut:
http://www.kadamchoeling.or.id/penerbit-kci/

Karena setiap orang yang hatinya tergerak oleh welas asih, yang secara mendalam dan tulus bertindak demi memberikan manfaat kepada makhluk lain tanpa mempedulikan reputasi, keuntungan, status sosial, maupun pengakuan, adalah ungkapan aktifitas Avalokitesvara. Cinta kasih dan welas asih adalah sasmita nyata pertanda kehadiran Avalokitesvara.