Buddhism in Life
Thursday, January 23, 2020
HAL-HAL YG PERLU DILURUSKAN TERKAIT HUKUM KAMMA!
Friday, January 3, 2020
Hukum Kamma
Saturday, October 26, 2019
Berkah Metta
Berkah Metta
Bhikkhu-bhikkhu, jika kasih universal yang membimbing pada kebebasan batin ini telah dilatih dengan rajin, telah dikembangkan, dan dihampiri dengan ulet, digunakan sebagai jalan hidup, sebagai landasan hidup, telah teguh, telah menyatu, dansempurna, maka sebelas berkah boleh diharapkan.
Apakah yang sebelas itu?
~Ia akan tidur dengan bahagia;
~ia akan bangun dengan bahagia;
~ia tidak akan mengalami mimpi buruk;
~ia akan disayangi manusia;
~ia akan disayangi makhluk bukan manusia;
~dewa-dewa melindunginya;
~api, racun, atau senjata tidak dapat melukainya;
~pikirannya cepat terkonsentrasi;
~wajahnya bercahaya;
~ia kelak akan meninggal dengan mudah; dan
~kalaupun ia tidak dapat mencapai alam yang lebih tinggi, setidaknya ia akan hidup di alam Brahma.
Bhikkhu-bhikkhu, jika kasih universal yang membimbing pada kebebasan batin ini telah dilatih dengan rajin, telah dikembangkan, dan dihampiri dengan ulet, digunakan sebagai jalan-hidup, sebagai landasan hidup, telah teguh, telah menyatu, dan sempurna, maka sebelas berkah itu boleh diharapkan.
(Anguttara Nikaya, 11:16).
#Metta_cetovimutti atau kasih_universal yang membawa kebebasan batin, ditandai oleh pencapaian samadhi, atau jhana dalam meditasi.
Karena metta membebaskan batin dari belenggu keakuan, kebencian dan kemarahan, iri hati, dan pandangan salah, setiap kali kita melatih metta, betapapun sebentar waktunya, kita akan menikmati secuil fenomena kebebasan itu. Kebebasan yang sesungguhnya dapat dicapai jika metta telah sepenuhnya dikembangkan melalui samadhi.
Kebebasan sejati itu disebut Brahma-vihara, atau kediaman yang luhur. Batin yang telah menyerap metta secara utuh-penuh itu sama sekali bersih dari kotoran dan noda-noda, sedemikian hingga seperti batin Brahma. Karenanya pula Brahma-vihara sering disebut Brahma-samo, atau keadaan batin yang mendekati Brahma. Disebut vihara atau kediaman, karena saat itu batin telah menemukan wajahnya yang asli, seakan-akan ia pulang ke rumah dari pengembaraan yang lama.
Dalam kesejatiannya, batin yang diliputi metta akan mengalir begitu saja dan mengubah setiap perbuatan, ucapan, dan pikiran menjadi tindakan kasih. Jadi jelaslah bahwa istilah-istilah “telah dilatih” dan “telah dikembangkan” bukan hanya menunjuk pada kekuatan kasih yang dicapai dalam sekian jam meditasi.
“Dilatih” (#asevita) berarti mempraktekkan metta dengan rajin dan penuh semangat, tidak hanya terbatas pada intelek, melainkan dengan menceburkan diri utuh-penuh ke dalamnya, menjadikannya filosofi hidup, yang melatari semua sikap, cara-pandang, dan tindakan kita.
“Dikembangkan” (#bhavita) menunjuk pada proses pembinaan dan integrasi mental sebagai hasil latihan meditasi dengan objek metta. Dengan meditasi semua indria batiniah kita terpusat; batin secara keseluruhan dikembangkan hingga mencapai kebebasan, yang diikuti transformasi karakter.
“Dihampiri dengan ulet” (#bahulikata) berarti melatih metta secara terus-menerus selama tidak sedang tidur, dengan mempertahankan kesadaran-metta secara menyeluruh dalam setiap tindakan,kata-kata, dan pikiran.
Lima kekuatan spiritual berupa keyakinan, semangat, kesadaran-penuh,konsentrasi, dan kebijaksanaan, akan dipupuk oleh latihan metta yang ulet.
“Digunakan sebagai jalan hidup” (#yanikata) menyiratkan suatu komitmen total pada ideal metta sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan problema hubungan antar-manusia, dan sebagai suatu alat pertumbuhan batin.
Bila metta menjadi satu-satunya “sarana komunikasi”, satu-satunya jalan hidup, maka hidup ini secara otomatis akan menjadi suatu “surga” atau “kediaman yang luhur”(Brahma-vihara) seperti disebut dalam Sutta.
“Menjadi landasan hidup” (#vatthikata) berarti menjadikan metta sebagai basis keberadaan seseorang di dunia. Ia menjadi pemandu, benteng, tempat berlindung dalam hidup seseorang, untuk menembus Dhamma dan Kesunyataan.
“Telah teguh” atau #anutthita menunjuk pada kehidupan yang telah teguh berakar pada metta, yang berlandaskan metta dalam setiap seginya.
Pada tahap ini, tanpa diusahakan pun metta akan mewarnai setiap perbuatannya.
“Telah menyatu” atau #paricita berarti seseorang telah begitu terbiasa dengan metta sehingga ia seakan-akan tinggal di dalamnya, baik dalam meditasi maupun dalam kehidupan sehari-hari.
“Telah sempurna” atau #susamaraddha menunjukkan kesempurnaan yang timbul dari keterlibatan total di dalam metta, yang membawa pada suatu kondisi batin di mana seseorang dapat menikmati kemanusiaannya secara utuh.
Pada tahap ini, seseorang akan memperoleh sebelas berkah sbb.:
1) Ia akan tidur dengan mudah, tenang, dan batin bahagia;
2) Ia akan bangun dengan segar, dan wajah berseri;
3) Ia tidak akan mengalami mimpi buruk;
4) Ia akan disayangi orang banyak, karena iapun mengasihi mereka;
5) Ia akan disayangi makhluk bukan-manusia;
6) Dewa-dewa akan melindunginya;
7) Api, racun, atau senjata tidak dapat
melukainya;
8) Pikirannya cepat terkonsentrasi;
9) Wajahnya bercahaya;
10) Ia kelak akan meninggal dengan mudah; dan
11) Kalaupun ia tidak dapat mencapai alam yang lebih tinggi, setidaknya ia akan hidup di alam Brahma.
Sungguh besar dan luas berkah metta.
Bila dilatih, ia akan bermanfaat dalam segala segi kehidupan.
Disunting dari buku : Metta, halaman 49-54.
(Asadhananda)
Wednesday, October 23, 2019
Apa Itu Avijjā?
Apa Itu Avijjā?
Oleh:
U Sikkhānanda (Andi Kusnadi)
Avijjā adalah kebodohan mental tentang 4 Kesunyataan Mulia:
Tentang Penderitaan, Penyebabnya, Akhir dari Penderitaan, dan Jalan menuju Berakhirnya Penderitaan.
Orang yang tidak mengerti Kebenaran tentang
Penderitaan mempunyai pandangan yang optimis akan hidup ini, walaupun hal
itu penuh dengan penderitaan baik mental maupun jasmani.
Adalah suatu kesalahan untuk mencari Kebenaran tentang Penderitaan di dalam buku, karena sebenarnya hal itu ada di tiap mental dan jasmani.
Melihat, mendengar, dan
semua fenomena mental dan jasmani yang muncul dari 6 pintu indera adalah
penderitaan (ketidakpuasan) karena mereka tidaklah kekal (anicca), tidak dapat
diandalkan (aniyata), dan tidak menuruti harapan kita (anattā).
Hidup ini dapat berakhir setiap saat dan juga penuh dengan penderitaan baik mental maupun jasmani.
Namun demikian, penderitaan ini (dukkha) tidak dapat dimengerti oleh orang yang menganggap bahwa hidup ini sebagai
kebahagiaan dan memuaskan.
Usaha mereka untuk mempertahankan apa yang mereka anggap sebagai objek indera yang menyenangkan, seperti:
pemandangan yang indah, suara-suara yang merdu, makanan yang lezat, dst.,
dikarenakan khayalan mereka tentang hidup.
Kebodohan mental ini bagaikan kacamata hijau (membuat rumput terlihat segar) yang mengakibatkan kuda memakan rumput kering.
Orang buta dapat dengan mudah ditipu oleh penipu yang penuh percaya diri, yang menawarkan pakaian tak berharga sebagai pakaian yang mahal. Orang buta itu akan percaya padanya dan akan menyukai pakaian tersebut.
Namun demikian,
bila dia dapat sembuh dari kebutaannya, dia akan kecewa dan langsung
membuang pakaian tersebut.
Dengan cara yang sama, orang yang diliputi oleh avijjā menikmati hidup selama tidak menyadari ketidakkekalan (anicca),
penderitaan (dukkha), dan tanpa diri (anattā).
Tetapi, dia akan kecewa ketika pandangan terang (vipassanā ñāna) membuka sifat alami dari kehidupan yang menjijikkan.
Dikutip dari:
A discourse on Dependent Origination (Paticcasamuppāda)
Agga Mahāpandita Venerable Mahāsi Sayādaw
http://aimwell.org/Books/Mahasi/Dependent/dependent.html
Semoga semua makhluk setelah membaca atau mendengar hal ini dapat
terinspirasi untuk berlatih meditasi vipassanā, sehingga dapat terbebas dari samsara secepatnya.
Metta untuk semua...🙏
Tuesday, July 9, 2019
Meditasi untuk pemula
Meditasi untuk Pemula
Perhatian terhadap Nafas
-
Pernahkah?
Anda mengalami sensasi kenikmatan meditasi yang wah, yang oomph, yang wow, state-samadhi, dikala awal dahulu anda mengenal meditasi?
Namun,
Seiring dengan semakin bertambahnya teori anda, seiring dengan bertambahnya pengetahuan anda, anda semakin tidak mampu menyentuh kembali state-samadhi.
Melalui sutta-nikaya yang berfocus pada:
Majjhima Nikāya 118. Ānāpānasati Sutta
https://dhct.org/mn118
Kita akan mencoba menemukan kembali state-samadhi tersebut. Jikalau anda ingin mencoba, mohon tinggalkan dahulu pengetahuan yang pernah anda pelajari.
-
▶️Posisi tubuh:
☸17. “Di sini seorang bhikkhu, [...], duduk bersila, menegakkan tubuhnya, dan menegakkan perhatian di depannya”
▪Ambil posisi duduk, bersila.
Namun usahakan tidak ada kaki saling menindih, kaki tidak bertumpu pada kaki yang lain, lipat dalam posisi relaxed. Dengan punggung tegak dan tidak bersandar, dengan posisi kepala seolah2 memandang 2meter kedepan.
▶️Persiapan pikiran:
▪Menenangkan batin dengan mengawali sesi anda dengan metta selama 5 menit.
Bagaimana caranya?
Bayangkan anda sedang bermain dengan:
▪mengelus anak anjing
▪mengelus kucing
▪ataupun sedang bermain
dengan balita yang cute
Setelah lebih kurang batin anda relax, setelah lebih kurang kekacauan pikiran berkurang.
Pancarkan kebahagiaan tersebut, dengan membatin:
"Semoga semua mahluk
yang memiliki ikatan kamma dengan ku,
bisa turut berbahagia dari pelatihanku"
▶️Perhatian terhadap nafas:
☸19. “Ia berlatih sebagai berikut:
Aku akan menarik/hembuskan nafas
dengan mengalami sukacita,
dengan mengalami kenikmatan,
▪Tiap tarikan nafas,
apakah itu panjang, pendek, usahakan [perhatian anda] bisa bersama dengan nafas, [sejalan] dengan nafas, [bersama-sama] dengan nafas.
▪Tiap tarikan nafas,
Seiring dengan nafas, [nikmati] segala sensasi yang berkorelasi dengan nafas, apakah dalam bentuk [kesegaran-udara], ataupun [kehangatan-tubuh], ataupun dalam bentuk [kegiuran] dimana bulu halus tubuh anda menjadi berdiri menikmati nafas.
▪Tiap tarikan nafas,
Sepanjang [arus pergerakan] nafas didalam tubuh, anda menyadari, anda memperhatikan bagaimana udara melalui [lubang hidung], [rongga hidung] anda, [kerongkongan] anda, [dada] anda, sadari... perhatikan... tiap bagian tubuh anda yang dilalui oleh nafas, baik ketika nafas-masuk, ataupun nafas-keluar
▪Enjoy semua momentnya,
Hadapi fenomena dengan senyuman bahagia,
Saddha (yakin) terhadap
pelatihan anda sendiri,
Tinggalkan keragu-raguan
yang hanya akan menjadi beban-pikiran.
Demikianlah,
Semoga anda menemukan kembali
state-samadhi yang terlupakan.
Semoga anda mampu...
masuk dan berdiam dalam paṭhama jhāna
[...bersambung:paccavekkhaṇa...]
Kesalahan yang sering terjadi:
⚠️Hanya menunggu nafas dipintu hidung,
dan tidak sepanjang, seiring dengan nafas
Hanya memperhatikan kembang-kempis perut
🗣Solusi:semampu anda ikuti-nafas, perhatian seiring dengan nafas
⚠️Terlalu banyak pikiran dan persepsi,
Apakah ini benar?
Apakah ini salah?
Mengapa tidak sesuai buku yg kubaca?
🗣Solusi: Percaya diri dengan latihan anda
⚠️Kaget dengan kegiuran,
dan menjadikan perhatian diluar diri.
Apakah ada kehadiran makhluk lain?
Mengapa tubuh serasa dingin?
Mengapa tubuh serasa hangat?
Mengapa merinding?
🗣Solusi: hadapi semua fenomena dengan
Kebahagiaan, dengan senyum
Arahkan perhatian kedalam-diri, ke nafas,
Bukan keluar-diri, bukan kesekeliling anda
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=182842595800035&id=100022228880820
Sunday, April 21, 2019
TA PEI COU
MAHA KARUNA DHARANI
TA PEI COU
( Mantra Agung Nan Luas, Sempurna, Tak Terbatas,
Dharani Kasih Sayang dari Hati Suci Yang Maha Agung )
Na Mo Ta Pei Kwan She Yin Phu Sa
( Terpujilah Yang Maha Asih Avalokitesvara Bodhisatva )
Na Mo Ta Pei Kwan She Yin Phu Sa
( Terpujilah Yang Maha Welas Asih Avalokitesvara Bodhisatva )
Na Mo Ta Pei Kwan She Yin Phu Sa
( Terpujilah Yang Maha Welas Asih Avalokitesvara Bodhisatva )
Namo Ratna-Trayaya
Na Mo He La Ta Na To La Ya Ye
( Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung Kepada Tri Ratna )
Namo Aryavalokitesvaraya
Na Mo Oh Li Ye Po Lu Cie Ti Suo Po La Ye
( Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung Kepada Yang Maha Sempurna )
Bodhisattvaya Mahasattvaya Mahakarunikaya
Phu Thi Sa To Po Ye Mo Ho Sa To Po Ye Mo Ho Cia Lu Ni Cia Ye
( Mahkluk Yang Telah Mencapai Pencerahan Bodhi, Mahkluk Agung Maha Welas Asih )
Om Sarva Abhaya Sunadasyah
An Sa Pu La Fa Yi Su Ta Na Ta Sie
( Aum Beliau Yang Mempunyai Kekuatan Kesempurnaan Dharma )
Namo Sukrimama Aryavalokitesvara-Garbha
Na Mo Si Ci Li To Yi Meng Oh Li Ye Po Lu Ci Ti Se Fu La Ling To Po
( Dengan Sepenuh Hati Dan Sujud Aku Berlindung Kepada -Mu Sumber Segala Kesucian )
Namo Nilakantha Siri Maha Bhadrasrame
Na Mo Na La Cin Ci Si Li Mo Ho Puan To Sa Mi
( Setulus Hati Aku Bersujud Pada-Mu Cahaya Kebajikan Agung Yang Tiada Batas )
Sarvathasubhamajeyam Sarvasattvanamawarga Mahadhatu
Sa Po Oh Tha Tou Su Peng Oh Se Yin
( Para Buddha Sayup – Sayup Merasakannya )
Sa Po Sa To Na Mo Po Sa To
( Yang Memiliki Semua Kemuliaan Kebahagiaan Kemakmuran Tak Terkalahkan )
Na Mo Po Cia Mo Fa The Tou
( Sumber Berkah Semua Makhluk Di Seluruh Penjuru Alam )
Tadyata Om Avaloke-lokite-kalate
Ta Ce Tha An Oh Po Lu Si Lu Cia Ti Cia Lo Ti
( Aum Beliau Yang Mendengarkan Suara Dunia Mengatasi Segala Rintangan Karma )
Hari Maha Bodhisattva Sarva Sarva Mala Mala
Yi Si Li Mo Ho Phu Thi Sa To
( Aku Akan Menjalankan Ajaran-Mu Sampai Tercapai-nya Pencerahan )
Sa Po Sa Po Mo La Mo La
( Memberi Yang Baik Untuk Semua-nya Di Dalam Berkah Dan Kebijaksanaan-Mu )
Masi Mahahirdayam Kuru Kuru Karmam
Mo Si Mo Si Li To Yin Ci Lu Ci Lu Ci Mung
( Inti Ketenangan Tak Terhingga Laksana Dharma Melepaskan Kerterbatasan
Mengembangkan Kemajuan Pribadi Dan Menolong Semua Makhluk )
Kuru Kuru Vijayati Maha Vijayati
Tu Lu Tu Lu Fa Se Ye Ti Mo Ho Fa Se Ye Ti
( Berlatih-lah Atasi Kelahiran Dan Kematian Raih Kemenangan Agung Gemilang )
Dhara Dhara Dharin Suraya
To La To La Ti Li Ni Se Fu La Ye
( Bersatu-lah Tenang Jernih Tajam Berani Pancarkan Cahaya Terang Benderang )
Chala Chala Mama Brahmaramukti
Ce La Ce La Mo Mo Fa Mo La Mu Ti Li
( Guncang Guncang-lah Bebaskan Aku Dari Noda Batin )
Ehi Ehi Chinda Chinda Harsam Prachali
Yi Si Yi Si Se Na Se Na
( Datang Datang-lah Dengar Dengar-lah )
Oh La Sen Fu La Se Li
( Raja Dharma Memutar Ajaran )
Basa Basam Presaya Hulu Hulu Mala
Fa Sa Fa Sen Fo La Se Ye Hu Lu Hu Lu Mo La
( Kabar Gembira Senyum Suka Cita Terima-lah Dharma Menyatu Dalam Hati )
Hulu Hulu Hilo Sara Sara Siri Siri Suru Suru
Hu Lu Hu Lu Si Li Sa La Sa La
( Laksanakan Dharma Tampa Timbul Keraguan Teguh Tak Tergoyahkan )
Si Li Si Li Su Lu Su Lu
( Raih Kemenangan Tak Terkalahkan Bagaikan Embun Sejuk Yang Menyembuhkan )
Bodhiya Bodhiya Bodhaya Bodhaya
Phu Thi Ye Phu Thi Ye Phu Tho Ye Phu To Ye
( Terang Terang-lah Batin Sadar Sadar-lah Tercerahkan )
Maitreya Nilakantha Darshinina
Mi Ti Li Ye Na La Cin Ci Ti Li Se Ni Na
( Beliau Yang Maha Asih Yang Patut Di Puja Laksana Pedang Kebenaran Yang Kuat Dan Tajam )
Payamana Svaha Sidhaya Svaha Maha Sidhaya Svaha
Po Ye Mo Na Sa Po Ho
( Kepada Yang Sempurna Svaha )
Si To Ye Sa Po Ho
( Kepada Yang Mulia Svaha )
Mo Ho Si To Ye Sa Po Ho
( Kepada Yang Maha Gaib Svaha )
Sidhayogesvaraya Svaha Nilakantha Svaha
Si To Yu Yi Se Pu La Ye Sa Po Ho
( Beliau Yang Memiliki Gaib Sempurna Svaha )
Na La Cin Ci Sa Po Ho
( Pelindung Yang Maha Asih Svaha )
Varahanayaya Svaha Simhashira Mukaya Svaha
Mo La Na La Sa Po Ho
( Beliau Yang Mampu Mengatasi Semua Kesulitan Svaha )
Si La Sen Oh Mu Ciu Ye Sa Po Ho
( Yang Berwajah Singa Svaha )
Sarva Maha Sidhaya Svaha Cakra Sidhaya Svaha
Sa Po Mo Ho Oh Si To Ye Sa Po Ho
( Beliau Yang Memiliki Kegaiban Agung Svaha )
Ce Ci La Oh Si To Ye Sa Po Ho
( Beliau Yang Memiliki Kegaiban Cakra Svaha )
Padmahastaya Svaha Nilakanthavikaraya Svaha
Po To Mo Cie Si To Ye Sa Po Ho
( Yang Memegang Bunga Teratai Svaha )
Na La Cin Ci Pu Cia La Ye Sa Po Ho
( Pelindung Yang Welas Dan Patut Dipuja Svaha )
Mahasishankaraya Svaha
Mo Po Lin Sen Cie La Ye Sa Po Ho
( Resi Agung Yang Menjalani Hidup Suci Svaha )
Namo Ratna Trayaya
Na Mo He La Ta Na To La Ye Ye
( Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung Kepada Tri Ratna )
Namo Aryavalokitesvaraya Svaha
Na Mo Oh Li Ye Po Lu Cie Ti
( Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung )
Suo Po La Ye Sa Po Ho
( Kepada Yang Maha Sempurna Svaha )
Om Siddhyantu Mantrapadaya Svaha
An Si Tien Tu Man To La Pa To Ye Sa Po Ho
( Aum Semoga jalan mantra ini membuahkan kegaiban kesuksesan, Svaha )
Saturday, April 20, 2019
Siapakah Avalokiteśvara?
🌷Siapakah Avalokiteśvara?
Oleh Tirthakirti Jayawardhana dan Praviravara Jayawardhana
Avalokiteśvara merupakan perwujudan welas asih semua Buddha. Welas asih merupakan pendukung terhadap penghimpunan kebajikan yang luas, yang merupakan salah satu faktor pencapaian Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna.
Mengapa Avalokiteśvara Penting dan Apa Hubungannya dengan Indonesia?
Welas asih – intisari Avalokiteśvara – merupakan ajaran yang banyak dipraktikkan di Indonesia ketika jaman kerajaan Sriwijaya. Pada jaman tersebut, hidup seorang guru agung bernama Serlingpa Dharmakirti yang menjadi pemegang silsilah ajaran mengenai welas asih (Bodhicitta). Kualitas agung sang Guru dan ajaran ini bahkan membuat Guru Atisa, seorang pandit agung dari India, jauh-jauh menempuh perjalanan laut selama 13 bulan dari India menuju Swarnadwipa (yang diyakini sebagai wilayah Sumatera Selatan pada jaman sekarang) dan belajar selama 12 tahun di sini.
“Bisa jadi keramahtamahan orang-orang Indonesia adalah berkat ajaran welas asih yang dulu tersebar luas dan banyak dipraktikkan di Indonesia sehingga mereka mengembangkan hati yang baik dan menurunkannya ke generasi-generasi berikutnya.” - Dagpo Rinpoche, 2014 -
Bagaimana Beliau Dikenal Secara Umum?
Avalokiteśvara banyak dikenal di Buddhisme Mahayana. Avalokiteśvara adalah Bahasa Sanskrit yang memiliki arti “Sang Penguasa yang Mengamati (Dunia) di Bawah-Nya dengan Welah Asih”. Selain itu, beliau juga sering disebut sebagai Padmapani (“Sang Pemegang Teratai”), ataupun Lokeśvara (“Sang Penguasa Dunia”). Dalam Bahasa Tibet, Avalokiteśvara dikenal dengan nama Chenrezig yang dapat diartikan sebagai “Beliau yang Tak Pernah Berhenti Mengamati Para Makhluk dengan Mata Welas Asih”.
Beliau digambarkan secara bervariasi di berbagai kebudayaan baik sebagai perempuan maupun laki-laki. Dalam tradisi Tionghoa, Avalokiteśvara dikenal juga dengan nama Guānzìzái atau Guānyīn, biasanya perempuan. Seringkali beliau digambarkan memegang vas penuh berisi amirta yang menyembuhkan penderitaan dan mengabulkan harapan semua makhluk.
Deskripsi Avalokiteśvara Tangan Seribu
Dikisahkan bahwa karena tergerak oleh welas asih agung yang tak tahan melihat penderitaan semua makhluk, Avalokiteśvara yang berwajah satu dan berlengan dua, merasa sedih dan meneteskan air mata. Karena kesedihan yang luar biasa dan berkat doa dan aspirasinya, secara seketika terwujud sebelas wajah, seribu tangan dan seribu mata untuk menjangkau dan memberikan perhatian kepada semua makhluk yang tak terhingga jumlahnya. Tetesan air dari kedua matanya kemudian mewujudkan Tara Hijau dan Tara Putih.
Tubuh Avalokiteśvara terbuat dari cahaya. Ia berdiri di atas dudukan teratai dan lapik bulan ― keduanya pada posisi mendatar. Teratai melambangkan penolakan samsara ― tekad untuk terbebas dari samsara ― dan lapik bulan melambangkan bodhicitta.
Avalokiteśvara memiliki paras usia enam belas tahun. Ia sangat indah, sehingga batin anda secara alami tertarik padanya. Ia memakai ornamen-ornamen permata, yang melambangkan enam sikap paramita.
Ia memiliki sebelas wajah; yang tersusun dalam tiga baris dengan tiga wajah. Pada tingkatan pertama, wajah di tengah berwarna putih; di sebelah kanannya (kiri anda) berwarna hijau, dan di sebelah kiri (kanan anda) berwarna merah. Di atasnya, wajah tengah berwarna hijau, yang kanan berwarna merah, dan yang kiri berwarna putih. Di atasnya lagi, wajah tengah berwarna merah, yang kanan putih, dan yang kiri hijau. Di atasnya adalah Vajrapani, titisan murka atas dasar welas asih, berwajah biru gelap dengan wajah murka dan rambut kuning berdiri ke atas. Paling atas adalah kepala merah Amitabha, damai dan tersenyum. Amitabha muncul dalam wujud seorang biksu jadi ia tidak memakai ornamen-ornamen.
Dua tangan pertama Avalokiteśvara terletak di jantung hatinya, seperti posisi tangan kita saat namaskara ― telapak tangan disatukan dengan ibu jari terselip di dalam. Ruang kosong di sekitar ibu jari mewakili sifat sunya batin, sifat alami Buddha. Ia memegang permata pengabul harapan, permata yang mengabulkan keinginan semua makhluk untuk memiliki kebahagiaan dan sebab-sebabnya serta terbebas dari semua penderitaan dan sebab-sebabnya. Di sebelah kanannya, tangan yang kedua memegang sebuah mala terbuat dari kristal.
Ketika teks berbicara tentang "tangan ketiga," bukan berarti tangan selanjutnya yang di bawah. Tangan ketiga ini adalah yang terendah pada baris pertama. Tangan tersebut dalam mudra menganugerahkan realisasi, sehingga telapak tangan terbuka ke luar dan dari tangan ini turun hujan amirta.
Tangan keempat, yang merupakan tangan di tengah, memegang roda Dharma, yang melambangkan memberikan ajaran-ajaran.
Di sisi kiri Avalokiteśvara, tangan kedua memegang teratai emas, yang melambangkan Bodhicitta. Layaknya teratai berakar dalam lumpur namun tetap tidak ternoda oleh lumpur, demikian juga seorang Bodhisatwa menetap di samsara tetapi tidak tercemar oleh segala hal dalam samsara. Tangan ketiga, yang merupakan yang paling bawah, memegang vas berisi amirta kebijaksanaan welas asih beliau. Yang keempat memegang busur dan anak panah, yang melambangkan penaklukkan terhadap empat kekuatan buruk ― yaitu, keempat mara berupa 1) kematian, 2) lima skandha, 3) kilesa, yaitu sikap dan emosi negatif yang mengganggu, dan 4) kekuatan-kekuatan pengganggu.
Sembilan ratus sembilan puluh dua tangan lainnya keluar dari kedua bahu beliau ― sebelah kiri dan kanan.
Avalokiteśvara mengenakan kulit antelop (sejenis rusa) di bahu kirinya. Ini untuk mengingatkan kepada sebuah cerita tentang seekor antelop yang memberikan hidupnya untuk mencegah dua pemburu saling menyakiti. Kedua pemburu ini licik. Mengetahui antelop ini berwelas-asih, mereka berpura-pura untuk berkelahi sehingga antelop akan mencoba menghentikan mereka. Ketika antelop melakukan hal itu, kedua pemburu tersebut menjebaknya. Pesan di balik cerita ini adalah bahwa hewan tersebut begitu berwelas-asih bahkan sampai mempertaruhkan hidupnya untuk mencegah orang lain bertengkar.
Bagaimana Hubungan antara Avalokiteśvara dengan Diri Kita?
Kita dapat terhubung dengan Avalokiteśvara dengan berbagai cara:
1. Kita bisa memikirkan Avalokiteśvara sebagai individu yang melakukan apa yang kita cita-citakan yaitu berhasil beranjak dari kondisi biasa menjadi Yang Tercerahkan; atau
2. Kita dapat melihat Avalokiteśvara sebagai perwujudan dari semua kualitas tercerahkan. Dalam hal ini, akan sangat membantu untuk mempelajari kualitas Buddha sebagaimana terdapat dalam teks-teks Dharma. Semakin akrab kita dengan kualitas Buddha, semakin mudah untuk mendapatkan perasaan terhadap Avalokiteśvara ketika kita memvisualisasikan beliau, karena kita membayangkan kualitas-kualitas tersebut bermanifestasi dalam wujud fisik Avalokiteśvara; atau
3. Kita dapat melihat Avalokiteśvara sebagai perwujudan dari makhluk tercerahkan yang kita tuju. Artinya, Avalokiteśvara adalah Buddha yang akan kita wujudkan di masa mendatang. Beliau adalah Buddha masa depan diri kita yang sekarang muncul di hadapan kita.
Lebih jauh lagi, kita juga bisa menganggap Avalokiteśvara sebagai sahabat kita. Renungkan hal ini: bisakah kita memiliki sahabat yang lebih baik daripada Sang Maha Welas Asih? Apakah ada orang yang bisa peduli kepada kita atau membantu kita lebih dari dirinya sendiri?
Kita tidak bisa dekat dengan Avalokiteśvara atau mengubah batin kita menjadi batin Avalokiteśvara jika kita marah, cemburu, selalu ingin lebih unggul, atau penuh kebencian kepada orang lain. Oleh karena itu, untuk membuat pikiran kita menjadi ladang yang baik bagi benih-benih welas asih untuk tumbuh, para Guru menyarankan kita mengikuti empat pedoman untuk praktisi metode Yoga Avalokiteśvara. Meskipun terdengar sederhana, keempat pedoman ini sulit dan bahkan dapat dianggap sebagai praktik "pertapaan", yaitu:
1. Hindari menghina orang lain ketika mereka menghina kita.
2. Hindari menjadi marah ketika orang lain marah kepada kita.
3. Hindari memukul orang lain ketika mereka memukul kita.
4. Hindari mencari-cari kesalahan orang lain ketika mereka mencari-cari kesalahan kita.
********
Detil tentang praktik penyempurnaan welas asih Avalokiteśvara, dapat Anda pelajari lebih mendalam melalui buku “Praktik Penyempurnaan Welas Asih—Penjelasan Sadhana Mahakarunika Avalokitesvara Sebelas Wajah Seribu Tangan” yang ditulis oleh Thubten Chodron.
Untuk memperoleh buku tersebut:
http://www.kadamchoeling.or.id/penerbit-kci/
Karena setiap orang yang hatinya tergerak oleh welas asih, yang secara mendalam dan tulus bertindak demi memberikan manfaat kepada makhluk lain tanpa mempedulikan reputasi, keuntungan, status sosial, maupun pengakuan, adalah ungkapan aktifitas Avalokitesvara. Cinta kasih dan welas asih adalah sasmita nyata pertanda kehadiran Avalokitesvara.