Hukum Kamma
Hukum Kamma adalah hukum universal mengenai sebab
akibat.
Hukum ini menerangkan bahwa segala sesuatu yang timbul, baik fisik maupun non-fisik, pasti mempunyai sebab-sebab atau dengan kata lain tiada sesuatu yang timbul tanpa sebab sebelumnya.
Hukum ini terdoktrin di dalam agama Buddha dan telah ada di India yang kemudian dijelaskan dengan baik dan rinci oleh Sang Buddha.
Apakah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lainnya?
Mengapa ada yang hidup dengan kemewahan sedangkan yang lainnya hidup dengan kesengsaraan?
Mengapa ada seseorang yang cerdas sedangkan yang lainnya bodoh?
Mengapa seseorang lahir dengan suatu karakteristik dan bebeda dengan yang lainnya?
Mengapa ada seseorang yang buta, cacat ataupun tuli sedangkan yang lainnya tidak?
Sebagian ketidak-samaan diatas mempunyai alasan sedangkan hal lainnya ketidak-sengajaan.
Tidak ada seorang yang bijaksana yang akan mengatakan ketidak-samaan diatas sebagai suatu hal yang benar-benar murni ketidak-sengajaan.
Dalam agama Buddha, ketidak-samaan ini tidak hanya terjadi karena faktor lingkungan, alam ataupun keturunan; tetapi juga karena faktor Kamma.
Dengan kata lain, keaneka-ragaman ini terjadi karena hasil perbuatan kita pada masa lampau atau pada masa kini.
Kita bertanggung jawab pada kebahagiaan dan kesedihan kita sendiri.
Kita menciptakan surga ataupun neraka kita sendiri.
Kita adalah perancang takdir kita sendiri.
Dibingungkan oleh perbedaan ini, seorang pencari kebenaran
mendekati dan bertanya kepada Sang Buddha sebagai berikut :
“Wahai Gotama, mengapa ada manusia yang ;
~berusia pendek, dan ada yang berusia panjang,
~berpenyakit dan sehat,
~buruk dan rupawan,
~tak berkuasa dan berkuasa,
~miskin dan kaya,
~lahir dari keluarga rendah dan lahir dalam keluarga bangsawan,
~bodoh dan pandai.
Wahai Gotama, apa alasannya, apa sebabnya maka diantara manusa ada yang terlahir hina dan ada yang terlahir mulia?”
(Culakammavibhanga Sutta, Majjhima Nikaya)
Sang Buddha kemudian menjawab :
“Semua makhluk adalah
pemilik perbuatannya (kamma) sendiri,
pewaris dari perbuatannya sendiri,
lahir dari perbuatannya sendiri,
berhubungan dengan
perbuatannya sendiri,
terlindung dari perbuatannya sendiri.
Perbuatan yang menentukan makhluk menjadi hina dan
mulia.”
Pastinya kita dilahirkan dengan ciri-ciri sesuai dengan orang tua kita dikarenakan faktor
keturunan.
Pada saat yang sama, kita memiliki kemampuan bawaan yang oleh ilmu pengetahuan belum dapat dijelaskan.
Sang Buddha, sebagai contohnya, reproduksi sel berasal dari orang tua-Nya, tetapi secara fisik, moral dan intelektual tidak dapat
ditemukan pada garis keturunan Beliau.
Beliau adalah seorang manusia yang luar biasa.
Suatu ciptaan luar biasa dari Kamma-Nya sendiri. Jelas terlihat bahwa terdapat kasus unik di dalam hukum Kamma yang tidak hanya memengaruhi
fisik seseorang, tetapi juga menghapuskan kemampuan yang diturunkan dari orang tua.
Demikianlah berdasarkan sudut
pandang Sang Buddha, yang mengatakan bahwa moral dan watak seseorang sebagian besar berkaitan dengan perbuatan kita sendiri, entah perbuatan masa sekarang ataupun masa lampau.
Walaupun di dalam agama Buddha ditunjukkan kevariasi-an dari Kamma, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa
segalanya berkaitan dengan Kamma kita dikarenakan Kamma merupakan salah satu hukum alam yang mengatur segala fenomena di dunia ini.
Terdapat empat hukum alam (niyama) selain Hukum Kamma yang mengatur semua
fenomena di dunia ini.
Hukum-hukum ini adalah hukum universal yang berlaku di 31 alam kehidupan.
Keempat hukum tersebut adalah :
1. Utu Niyama
Hukum universal yang mengatur mengenai energi yang mengatur seperti musim-musim
di tiap daerah, karakteristik di
tiap-tiap daerah, perubahan musim, penyebab angin, sifat benda seperti gas, cair dan padat, terbentuk dan hancurnya tata-surya dan lain-lain.
2. Bija Niyama
Hukum universal yang
berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan (botani) seperti per-kembangbiakan tumbuhan, karakteristik tumbuhan, rasa gula dan tebu, beras berasal dari benih padi dan lain-lain.
3. Citta Niyama
Hukum universal mengenai pikiran dan batin seperti:
proses kesadaran,
kekuatan pikiran (abhinna),
kesucian batin,
timbul dan tenggelamnya kesadaran dan lain-lain.
4. Dhamma Niyama
Hukum universal tentang segala sesuatu yang tidak diatur oleh keempat lainnya seperti
kejadian yang terjadi pada saat Pangeran Siddharta lahir yaitu tentang pohon-pohon bermekaran bukan pada musimnya, dan juga gempa bumi yang terjadi ketika Sang Buddha menentukan kapan Beliau akan
parinibanna.
Demikianlah, Kamma Niyama, Utu Niyama, Bija Niyama, Citta Niyama dan Dhamma Niyama sebagai kelima hukum alam yang mengatur alam semesta ini.
Oleh karena itu, segala
sesuatu tidak selalu terjadi dikarenakan oleh Hukum Kamma semata tetapi juga diatur oleh keempat hukum lainnya.
Apabila seluruh kehidupan ini dikondisikan oleh tindakan kita pada kehidupan lampau dan
kehidupan mendatang dikondisikan oleh tindakan kita pada kehidupan ini, maka tidak akan ada yang dapat diubah karena semua telah digariskan.
Jika hal ini benar adanya maka keinginan untuk mencapai
pembebasan adalah suatu hal yang mustahil.
Hidup akan berjalan layaknya suatu mesin.
Menurut sudut pandang agama Buddha, Hukum Kamma tidaklah memutuskan 100% apa
yang akan terjadi pada kita.
Perbuatan yang dilakukan pada
kehidupan lampau turut menentukan kehidupan
sekarang, dan perbuatan pada kehidupan sekarang juga turut
menentukan kehidupan
mendatang, sehingga masih ada kesempatan untuk melatih diri
dan berubah untuk mencapai pembebasan.
Hukum Kamma
dianggap sebagai sebuah kecenderungan, bukan suatu konsekuensi yang harus ditanggung yang tidak dapat diubah dan dielakkan.
No comments:
Post a Comment